WAJAH yang tenang dan pembawaan yang kalem, bahkan terkesan irit
bicara namun ramah ditunjukkan KH Muhammad Bakhiet (Guru Bakhiet). Dia adalah
sosok ulama kharismatik, pemimpin Pondok Pesantren Nurul Muhibbin, Barabai,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Lelaki kelahiran 1 Januari 1966 di Telaga Air Mata, Kampung Arab, HST itu
putra dari H Ahmad Mugni (dari Nagara HSS) bin Ismail bin Muhammad Thahir bin
Syihabuddin bin Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Dari ayahnya inilah
Guru Bakhiet banyak mengambil ilmu. Khususnya ilmu batin. Orangtua sekaligus
gurunya.
Seperti dikutip dari Syahriansyah yang melakukan penelitian pada 2012,
pendidikan Guru Bakhiet di tahap pendidikan formal hanya sampai kelas IV
Sekolah Dasar Negeri pada 1976. Selebihnya lebih banyak menimba ilmu pada
pendidikan nonformal. Mulai pendidikan dari kedua orangtuanya, khususnya dari
ayahnya yang seorang ulama.
Guru Bakhiet juga pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Ibnu Amin
(Pamangkih) pada 1977 kurang lebih selama tiga tahun. Selanjutnya pada 1980
menjadi santri Pondok Pesantren Darussalam, Martapura kurang lebih satu
setengah tahun.
Setelah sekian lama di Martapura ia kembali ke Barabai dan berguru dengan
orangtuanya dan para ulama di sekitarnya. Dia juga banyak mengambil ilmu agama
dari ulama terkemuka, khususnya ilmu bathin (ilmu tasawuf). Ilmu fikih secara
khusus berguru dengan H. Abdul Wahab (Kampung Qadli Barabai). Ilmu bahasa Arab
khususnya ilmu Nahwu ditimbanya dari H Hasan dan H. Saleh (Barabai).
Berkenaan dengan ilmu falak dipelajari dari KH Mahfuz (almarhum) seorang
tokoh Pendiri Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih di Kecamatan Labuanamas
Selatan. Di samping sebagai ulama dia juga seorang guru Tarikat Alawiyah. Masih
dari laporan penelitian Syahriansyah, berkenaan dengan Tarikat Alawiyah ini
secara historis, pada 1993 dia dikirim ke Surabaya (Bangil).
Di sana,
mengaji dan mengambil Tarikat Alawiyah dari Habib Zein Al Abidin Ahmad Al
Idrus. Kurang lebih satu tahun dia bergelut dalam dunia Tarikat Alawiyah dengan
syarat jemaah yang mengikutinya tidak kurang dari 40 orang. Waktu itu ada
sejumlah nama yang aktif malah
menjadi murid utamanya.
Di antaranya, Abdul Karim, Abdurrahim, Abdul Aziz, Abdushomat, Abdul Muin,
Ahmad Mugeni, Ahmad Said, Ahmad Nor, Ali Mawardi, Baihaqi, Fahrurrazi, H.
Abdussalam, H. Alfian Hidayat, H Darussalam, Zunaidi HA, Mahdi Jauhari,
Muhammad Arsyad, Muhammad Ahyad, Muhammad Farid Wajidi, Nasrullah,dan lain-lain.
Di kalangan masyarakat HST, Guru Bahkiet juga dikenal ulama yang netral dari
kepentingan politik. Dia berupaya tak terlibat kepentingan politik siapapun.
Menurut kalangan Ponpes, dia rutin membagi beras untuk para janda, habib
atau fakir miskin. Sebagai ulama, KH Muhammad Bakhiet juga membuat karya berupa
tulisan yang umumnya diambil dari karya-karya Al Ghazali. Khususnya Ihya
Ulumuddin, juga ada yang berupa buletin.
Di samping itu berbagai kegiatan pengajian telah didokumentasikan dan
kepingan CD nya beredar di tengah masyarakat. Dari CD inilah, pengajian beliau
bisa diakses di mana-mana.
Pengajiannya yang rutin dilakukan tiap Selasa malam dan Kamis malam selalu
dipadati jemaah, hingga pihak pesantren harus menyediakan LCD di berbagai
titik, di sekitar Komples Pesantren. Selain di Barabai, pengajian Guru Bakhiet
juga digelar di Ilung, Kecamatan Batangalai Utara serta Paringin di Kabupaten
Balangan.
(*/hanani - sofyar redhani)
No comments:
Post a Comment